Setiap sebuah perkawinan, batas antara langgeng dan berpisah diibaratkan setipis seutas benang. Bagaimana tidak, dua perbedaan, dua keinginan, dua problem dan serba dua lainnya dicoba untuk disatukan dengan sebuah ikatan yang dinamakan "perkawinan". Perlu waktu yang sangat panjang untuk saling memahami, sebulan setahun belasan tahun bahkan puluhan tahun belum tentu menjamin pasangan saling memahami.
Lalu...problema klasik dalam perkawinan, karena tahunan tidur dengan orang yang sama dan menghadapi problema keluarga yang pelik, mendalami sikap sang pasangan yang tak mau berubah, timbul kejenuhan, bosan atau apapun alasannya, mendorong salah satu dari pasangan tersebut untuk selingkuh, mencari "the real soul mate" mereka bilang.
Itukah pembenaran alasan yang menghalalkan orang-orang itu selingkuh, bercerai, nikah lagi atau poligami?
Kalau itu jawabnya, sampai kapan? Dan apakah perkawinan yang sekian itu akan menjamin menemukan "the bloody real soulmate?"
Pernikahan bukan semacam kehidupan try and error atau pernikahan hanya merupakan persoalan biologis semata. Picik betul pikiranmu............kalau begitu aturannya, artinya pegawai KUA karyawannya harus lebih dari seribu di setiap kecamatan, karena orang-orang bakal sibuk juga kawin cerai, just like a game.
Bukan itu tujuan pernikahan kawan! Yang hanya sekedar menyenangkan hati, atau romantis romantisan atau sayang sayangan, ada yang lebih sakral dari semua itu!
Tujuan perkawinan adalah sebagian dalam menyempurnakan ibadahmu. Yang nantinya adanya intervensi dalam kehidupan berkeluarga yang akhirnya akan melahirkan generasi-generasi yang taat dan shalih.
Perbedaan tentu saja selalu timbul, tapi cobalah untuk diminimalis. Tingkatkan saling pengertian.
Bila kamu "keukeuh" tujuan dari pernikahanmu adalah syahwat dan jima’ (nafsu) semata, maka mereka tidak bertambah dengan jima’ tersebut kecuali tambah syahwat, dan dia tidak cukup dengan suami/ isterinya yang halal, maka dia akan berpaling pada yang haram.
So...mari intropeksi, evaluasi kembali tujuan perkawinan kita.
Kalau saja surga itu bisa kau lihat nyata saat ini, tentu tak kan kita palingkan diri kita dari yang halal.
Janganlah ditempuh perceraian itu, karena walau halal namun dibenci Allah.
Jangan sampai anak-anak tak bersalah jadi korban keegoisanmu.
Namun dengan berbagai alasan, derita sudah tak tertanggungkan, masalah tak lagi ada solusinya. Amarah, emosi menguasai jiwa, mari kita tafakur kembali, pikirkan dengan kepala dingin, tanya pada hati, tanya pada Nya dan putuskan yang terbaik untukmu.
No comments:
Post a Comment